Cari di Blog Ini

Saturday, October 17, 2009

Artikel Batik Indonesia

Nama : Ega Ginanjar
Kelas : X11 IPS 2





Batik Indonesia



Batik Tulis Tasik Kehilangan Generasi Penerus
Posted by Batik Indo Admin under Batik Indonesia , Serba Serbi
No Comments

Sayaka Sasaki, perempuan asal Jepang ini, tidak mampu lagi membendung keinginannya, untuk meperlajari batik tulis tradisional khas Tasikmalaya. Begitu ada kesempatan, ia terbang dari Jepang ke Indonesia lalu ke Tasikmalaya. Selama dua minggu, ia belajar bikin batik tulis kepada perajin batik tulis H. Dudung, daerah Cipedes, Kota Tasikmalaya.

Sayaka adalah satu dari sekian banyak orang asing yang tertarik dengan seni batik tradisional Tasikmalaya. “Selain Sayaka, ada juga dari Belanda, Swiss, dan Selandia Baru yang mempelajari batik tulis khas Tasikmalaya ini,” kata Dudung, ketika ditemui di kediamannya.

Namun ironisnya, ketika orang luar ramai-ramai belajar membuat batik tulis, justru di daerah Tasikmalaya sendiri, yang tertarik ke batik tulis hampir tak ada. Terutama, dari kalangan mudanya. Situasi ini, yang membuat para perajin batik, seperti Dudung, merasa gelisah. Ia khawatir, batik khas daerah ini, punah karena tak ada tenaga pembatik. “Tenaga pembatik yang ada, atau mereka yang biasa membuat batik tulis, saat ini sebagian besar atau 90 persen usianya sudah di atas 50 tahun. Kalau mereka pergi, jelas tak ada lagi generasi yang membuat batik,” katanya.

Dudung juga baru kehilangan pembatiknya, Ny. Icih dan Enok. Mereka ini adalah pembatik yang telah lanjut usia. Tapi, penerusnya tidak ada lagi yang muncul.

Diakui juga oleh perajin batik Ecin Kuraisin, asal Sukaraja, Tasikmalaya. Mereka yang menekuni jadi pembatik, di daerahnya satu persatu pergi atau berhenti, karena sudah usia lanjut. Ia sendiri khawatir batik tulis khas Tasikmalaya, tinggal kenangan.

Di daerah Kota Tasikmalaya, sendiri sentra batik tulis yang sekarang tersisa, yaitu Kota Tasikmalaya berada di daerah Cipedes, Kec. Cipedes, lalu Ciroyom, Kelurahan Nagarasari, Kec. Cipedes. Sedangkan lainnya, di Sukaraja, masuk ke Kabupaten Tasikmalaya.

Sekarang ini, keluhan kekurangan tenaga pembatik, tidak saja terjadi di Cipedes dan Sukaraja, tapi sama juga dilontarkan oleh para pengrajin batik di daerah Ciroyom. Sudah lebih sepuluh tahun terakhir ini, jumlah pembatik tulis tradisional menyusut tajam di Ciroyom. Ada yang memang meninggal dunia, atau berhenti karena sudah tua. Sementara, dari mereka yang muda yang ditunggu-tunggu untuk menjadi tonggak penerus, tak juga datang.

“Memang seperti di tempat saya ada yang muncul dari yang muda. Tapi, jumlahnya hanya satu atau dua orang. Jumlahnya, tidak seimbang dengan yang meninggal atau berhenti,” kata H. Cacu Darsu, pengrajin batik tradisional Ciroyom.

Diakui oleh Dudung yang menjadi penerus Batik Esah, keengganan generasi muda menekuni batik, karena rumit serta harus punya rasa seni tinggi. Selain itu, mungkin karena generasi sekarang lebih suka masuk ke kantoran dengan gaji besar.

Sebenarnya ada juga pelajar yang mempelajari batik, namun jumlahnya kecil. Selain itu, begitu ke luar dari sekolah, mereka tetap saja mencari kerjaan di tempat lain.

Rendahnya generasi muda Tasik yang mau menekuni batik tulis tradisional, membuat kegundahan para pe ngrajin batik di Kota Santri Tasikmalaya. Apalagi sejalan dengan itu, jumlah mereka yang menekuni usaha batik tradisional, semakin hari terus berkurang.

Data di Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kota Tasikmalaya, di masa kejayaan batik, antara tahun 60-an hingga awal 80-an, tak kurang ada 450 pengrajin batik. Dari perajin sebanyak itu, mampu menyerap ribuan tenaga kerja.

Pemasarannya, tidak hanya di daerah Tasikmalaya, tapi juga sampai ke Sumatra, Kalimantan, Sulawesi hingga lainnya. Jumlah batik yang dipasarkan, cukup banyak.

Seperti Batik Esah, setiap minggunya puluhan kodi (satu kodi 20 lembar) batik yang dijual. Batiknya, kebanyakan samping dan sarung. Sedangkan di Ciroyom ada ribuan perajin batik, dengan kapasitas produksi cukup besar. Perajin batik Hj. Enok Sukaesih asal Ciroyom, waktu masa kejayaannya, bisa jual batik dalam jumlah sangat besar puluhan kodi dalam seminggunya.

Namun perjalanan waktu, usaha batik tradisional satu per satu gukung tikar. Hingga sekarang ini, yang tersisa pengusaha batik tradisional di Kota Tasikmalaya, diperkirakan 34 orang. Semua itu, tentu saja berdampak pada makin berkurangnya produksi batik tradisional atau yang lebih dikenal dengan batik tulis.

Apalagi kini sudah banyak usaha batik yang produksinya, ke printing atau cap. Bagi pengusaha pada produksi batik printing dan cap tak lepas dari masalah tenaga kerja, pasar dan daya beli masyarakat. Untuk bikin 1.000 potong batik printing hanya butuh waktu satu hari dengan tenaga kerja 20 orang. Sedangkan dengan batik tulis, untuk satu potong saja, rata-rata membutuhkan waktu lebih daari seminggu.

Diakui oleh Enok Sukaesih maupun Dudung, proses membuat batik tulis memakan waktu yang agak lama. Biasanya, prosesnya diawali mulai dari menggambar, lalu gambar itu dimasukkan ke kain jenis primisira. Istilah pembataik setelah membuat gambar, lalu bikin pola, selanjutnya memberi malam pada gambar memakai canting, diwarnai menggunakan kuas, ditembok atau warna yang sudah dioles, ditutup lilin untuk mencegah terkena warna lain, lalu dicelup (memberi warna dasar), hingga pelepasan malam memakai air mendidih (rorod).

“Sedikit rumit, dengan memakan waktu paling cepat seminggu. Tapi, ada juga yang sampai tiga bulan. Semakin tinggi tingkat kerumitannya, maka semakin mahal harga batiknya,” ujar Enok.

Harga batik tulis ini, dijual ke pasar rata-rata mulai dari Rp 200 ribu, hingga Rp 1,5 jt.

Sebagian besar, di daerah ini pembatik yang menjual sendiri atau hanya menunggu pembeli datang. Paling banter pasaran akan bagus saat musim pernikahan. Pada saat itu mereka biasanya mengerjakan pesanan batik, baik untuk digunakan pengantin maupun keluarga pengantin, para penjemput tamu sampai panitia.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya, Tantang Rustandi didampingi Kepala Bidang Perdagangan Gungun, mengemukakan, ada beberapa hal yang menyebabkan usaha batik mengalami kemorosotan. Pertama, karena perkembangan mode dan industri tekstil yang pesat, yang akhirnya banyak menyisihkan kain batik. Seperti, bisa dilihat sudah jarang orang menggunakan samping batik dalam kegiatan sehari-hari.

Faktor lain, karena semakin berkurangnya pembatik itu sendiri. Lalu, kenaikan harga produksi atau bahan baku batik, sedangkan pemasaran yang semakin sulit.

Lalu, masalah lain yaitu kurangnya inovasi dari perajin sendiri. Sehingga, terjadi monoton yang akhirnya, pasar mengalami kejenuhan dan promosi yang kurang.

Kini, dinas tengah berusaha untuk membangkitkan kembali usaha batik. Di antaranya, lewat program proyek pendanaan kompetiti (PPK) yang diterima Kota Tasikmalaya, dari Jabar.

Dari PPK ini, dikembangkan pelatihan masala desain produk, serta pengembangan motif batik. Lalu, pelatihan pemasaran dan cara ekspor. Dengan pelatihan ini, diharapkan inovasi dari perajin muncul, serta bisa mengikuti perkembangan atau selera pasar.

Untuk promosi, kini Pemkot Tasikmalaya, membuka rumah Tasik, yang digunakan untuk pemasaran bersama produk kerajinan Kota Tasikmalaya. Di dalamnya, yaitu sebagai berisi batik khas Tasikmalaya. Sehingga, dengan adanya Imah Tasik, yang akan mencari batik khas Tasikmalaya, tidak sulit mencari. “Lokasinya di Kawalu, Tasikmalaya. Nanti dilengkapi dengan jaringan internet untuk promosinya,” tambah Gungun.

Pengusaha batik tradisional Tasikmalaya, tidak ingin pamor batiknya merosot. Dalam hal ini, mereka seperti kata Dudung atau Cacu, pemerintah bisa membantu memasarkan secara langsung. Caranya, sebaiknya pemkot buat seragam pegawainya dari batik khas daerah ini. Cara itu, bukan hanya untuk menyerap pemasaran batik, tapi ikut mempromosikan.

Begitu juga seragam sekolah yang pakai batik, selama ini sering gunakan batik cirebonan atau pekalongan. Kini, minta untuk gunakan batik asli. Mereka siap untuk membuatnya.

Tentu semua tidak ingin batik tasikan yang bercirikan warna dasar merah, kuning, ungu, biru, hijau dan soga, hilang. Untuk itu,butuh komitmen bersama agar seni daerah ini, bisa hidup serta tumbuh hingga menjadi fondasi ekonomi masyarakatnya, sebagaimana dalam tiga dekade ke belakang.

No comments:

Post a Comment

Untuk menempelkan Avatar ketik :a: atau :b: dst sampai :f: atau lihat disamping gambar.

Berilah komentar yang positif demi meningkatkan kreatifitas siswa / anak bangsa.