Cari di Blog Ini

Saturday, October 24, 2009

PRESPEKTIF XI IPA 3

Perspektif Kodok dan Burung di Fotografi
Janto Marzuki - Stockholm

”Lho, di gambar aku khok kelihatan pendek ya?” kemudian ada yang menyaut, ”Haha... memangnya kamu tinggi! ”. Suatu percakapan yang kadang terjadi sewaktu melihat hasil gambar yang barusan di jepret. Kali ini anda saya ajak untuk dapat mengenal istilah Perspektif Kodok dan Perspektif Burung.

Ini saya ingin berbagi beberapa istilah dan mungkin sebagai tips dari saya, hehe... yang beberapa jenak (lebih dari ’se-’) pernah gagal menjepret gambar dan hasilnya tidak seperti yang saya harapkan. Dari kegagalan gambar, saya dapat belajar dan sekali-kali kegagalan tsb menjadi salah satu pegangan di kesempatan selanjutnya.

Mengenai istilah perspektif sendiri sebetulnya saya sudah mendapatkannya di pelajaran menggambar, sewaktu duduk dibangku SMA. Di pelajaran menggambar antara lain kami mendapat tugas untuk menggambar sesuatu yang nyata, saya masih ingat waktu itu obyeknya ’jam beker’. Kami mendapat tugas untuk menggambar jam tsb dengan pandangan dari muka, pandangan samping, pandangan atas dan akhirnya dari ke 3 pandangan tsb yang menjadi suatu gambar perspektif. Hmm... mengambarnya pakai jangkar dan tinta hitam atau ’Tinta China’.

Hasil gambar yang kita gambar akan berbeda hasilnya tergantung dari letak titik-titik yang menjadi patokan dari gambar perspektif tsb. Patokan di perspektif disamping ketinggian garis horizontal, juga letak titik patokan di sebelah kiri dan kanan. Kalau secara reel seperti di kehidupan kita sehari-hari, ini tergantung posisi titik pandang kita, atau mata kita terhadap obyek. Didalam mengambil gambar dengan menggunakan kamera, yang menentukan perspektif gambar akhir adalah posisi kamera dan lensa sewaktu kita mengarahkan ke obyek. Ada perkecualian disini, yaitu ada lensa khusus yang biasanya digunakan untuk memotret bangunan atau arsitektur yang memungkinkan dapat mengubah arah garis-garis yang dihasilkan dari ’rumus’ perspektif tsb.

Perspektif Kodok, adalah hasil gambar yang anda jepret dengan menaruh kamera (dan lensa) se-level dengan kodok atau katak, beberapa cm diatas tanah. Hasil gambar akan semakin ’wuow’ kalau kita menambah atau memeprkuat efeknya dengan menggunakan lensa dengan sudut lebar yaitu wideangle. Saya lampirkan beberapa gambar saya yang menggunakan cara ini. Mengingat saya memakai DSLR, saya sewaktu menjepretnya sering tanpa melihat atau ’ngeker’ di viewfinder, hanya pakai ... ”amit, amit mbah,” dan saya berjongkok dan saya taruh posisi kamera beberapa cm diatas tanah dan jepret, jepret terus saya rubah sedikit posisi sudut kamera dan lensa dan lagi, jepret, jepret, jepret... rubah sedikit lagi posisi dari kamera dan lensa dan saya ulangi jepret, jepret, jepret. Salah satu hasil gambarnya biasanya akan sesuai dengan yang saya harapkan.

1. Gamlastan – Old Town Stockholm. Ketinggian posisi kamera sekitar 10 cm dari batu jalan. Catatan: D200, 13mm (12-24mm), ISO 200, F/16, 1/40s, Apperture Priority, Matrix.

2. Lorong Di Bawah Perumahan, Stockholm. Ketinggian posisi kamera 10 cm dari lantai. Catatan: D200, 18mm (18-200mm), ISO 640, F/3.5, 1/15s, VR ON, hand held.

Komentar yang sering terjadi seperti apa yang saya tulis di awal dari tulisan ini, merupakan suatu scenario yang wajar kalau seseorang yang berbadang lebih tinggi mendapat tugas memotret mereka yang lebih rendah posturnya. Hah, terjawablah sudah kalau seandainya anda belum mengetahui jawabannya sebelumnya, mengapa hasil gambar menjadi seperti di contoh scenario diatas. Cara untuk mengatasinya gampang sekali. Seandainya postur anda secara rata-rata diatas mereka yang akan anda potret, tekuk sedikit ’dengkul’ (lutut) anda dan setidaknya kamera (kalau pakai DSLR, mata anda) berada paling tidak se-level dengan ketinggian mata mereka yang akan anda jepret. Lebih rendah sedikit, lebih baik.

3. Lorong Gallerian, Central Stockholm. Ketinggian kamera sekitar 20 cm dari lantai. Catatan: D200, 12 mm (12-24mm), ISO 400, F/4, 1/80s, Programmed Auto, Matrix.

Perspektif Burung, adalah kebalikan dari Perspektif Kodok. Didalam fotografi yaitu hasil gambar yang diambil dengan kamera dan lensa yang berada di atas posisi obyek. Hasil gambar yang menggunakan cara ini, sesuatunya yang ada di gambar hasilnya akan kelihatan lebih pendek dari yang sebenarnya atau kenyataannya. Cara ini banyak digunakan untuk memotret candid juga landscape. Di gambar landscape dengan menggunakan cara ini dan dibantu dengan lensa yang sudut pandangnya lebar yaitu lensa wideangle menjadikan gambar yang dihasilkan kelihatan lapang, luas dan merdeka. Hmm, salah satu tips dari saya (weleh, sepertinya saya ini bisa... hahaha, khok berani beraninya begitu lho) untuk memotret landscape, sebagai patokan ISO rendah, DOF yang panjang/jauh, apperture kecil (atau dengan angka f besar), kalau menjadikan shutterspeed terlalu pelan, agar tidak goyang pakailah tripod. Memotret dengan perspektif burung sebaiknya jangan digunakan untuk memotret anak kecil, haha... anaknya menjadi semakin kecil atau semakin pendek.

Diantara kedua pesepektif yang telah saya beberkan diatas adalah prespektif sedang atau normal. Didalam memotret bangunan atau arsitektur, biasa digunakan ketinggian garis horizontal sekitar 160cm - 170 cm, yaitu ketinggian letak mata kita. Ukuran ini menghasilkan gambar yang tidak terlalu ekstrem garis horizontal dari pespektifnya. Biasanya cara ini digunakan sebagai patokan memotret bangunan arsitektur, dan kadang juga menggunakan lensa dengan lensa standard atau kalau memakai wideangle sudutnya tidak terlalu ekstrem melebar. Ehem... kecuali kalau anda bekerja sebagai broker untuk property atau kamar hotel, kamar yang sak uprit, luas sekitar 3 m2 dengan menggunakan lensa yang super wideangle menjadi kelihatan seakan 20 m2!

4. Sergeltorg Stockholm. Posisi kamera sekitar 8 m diatas lantai bawah. D300, 12mm (12-24mm), ISO 200, F/9, 1/400s, Apperture Priority, Matrix.

5. Swedish Army Band. Ketinggian kamera sekitar 15 m dari obyek. Catatan: D200, 95mm (18-200mm), ISO 200, F/5.6, 1/1000s, Apperture Priority, Matrix, VR On.

6. Stockholm dari Riddarfjärden. Diambil dari menara Stadshuset (Stockholm’s City Hall), sekitar 100 m diatas laut. Catatan: D300, 12mm (12-24mm), ISO 100, F/16, 1/60s, Apperture Priority, Matrix.

Saya sendiri senang mencoba memotret dengan berbagai perspetif, yah... kadang hanya ingin melihat efeknya digambar. Tetapi ini ada tips lagi dari saya, terutama untuk memotret anak kecil, saya lebih cenderung dan berusaha posisi kamera dan lensa sejajar dengan mata anak tsb. Saya paksakan untuk ’ndodok’ (jongkok) atau kalau perlu ’ndlosor’ (tiarap) kalau anaknya terlalu kecil agar saya mendapatkan perspektif yang bagus. Demikian juga, saya gunakan lensa tele tetapi ukuran pendek. Dengan adanya jarak antara saya dan obyek, obyek tidak akan merasa terganggu atau menjadi kaku/canggung. Beberapa gambar yang saya lampirkan, seperti gambar anak-anak kecil yang berbaris dengan berpegangan tali, anak-anak kakak beradik yang lagi bermain di taman bunga tulip dan juga keluarga bebek yang lagi menyeberang jalan adalah contoh yang saya maksud bagaimana hasil memotret dengan menggunakan posisi kamera berada di ketinggian hampir sama dengan obyek.

7. Permisi Numpang Lewat, Stockholm. Ketinggian kamera sekitar 60 cm, dengan berjongkok. Catatan: D200, 105mm (18-200mm), ISO 100, F/8, 1/350s, Apperture Priority, Matrix, VR On.

8. Berbaris dengan Teratur, Stockholm, ketinggian kamera 50 cm dari tanah, tidak jauh berbeda dengan ketinggian anak. Catatan: D200, 112mm (18-200mm), ISO 100, F/8, 1/250s, Apperture Priority, Matrix, VR On.

9. Bermain Diantara Bunga Tulip, Stockholm. Ketinggian kamera 1 m, sekitar tinggi anak. Catatan: D200, 70mm (18-200mm), ISO 200 , F/11, 1/500s, Programmed Auto, Matrix, VR On.

Silahkan kalau ingin memberi komentar, masukan atau kritik dan mungkin saja yang saya tulis ada yang salah atau anda bermaksud sekedar ingin menanyakan sesuatunya yang kurang jelas, monggo.

Tidak ada salahnya belajar membedakan antara proses mengambil gambar atau memotret, dengan proses peng-edit-tan atau mengolah gambar dengan menggunakan perangkat lunak. Dapat mengambil gambar yang baik diperlukan pengetahuan dasar menggambar, untuk mengedit secara digital diperlukan pengetahuan program yang kita gunakan. Dapat menguasai kedua proses tsb, tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Hmm... saya masih dalam tingkatan belajar, try and error. Ada yang mengatakan ”semakin banyak kita belajar, akan semakin banyak yang kita tidak mengerti,”.

Salam Kodok Ngorèk, Ngorèk Nèng Blumbangan. Théot Thèblung, Théot Thèblung, Théot Théot Thèblung!

Salam; Janto Marzuki – Stockholm (Perspektif, Yes)


nama : neneng diah k.

kls : XI IPA 3

No comments:

Post a Comment

Untuk menempelkan Avatar ketik :a: atau :b: dst sampai :f: atau lihat disamping gambar.

Berilah komentar yang positif demi meningkatkan kreatifitas siswa / anak bangsa.